Rabu, 02 Februari 2011

Referensi Tempat Kuliner di Payakumbuh

Menyambut demikian animo para pembaca menanyakan dimana tempat kuliner yang enak di sepanjang Jalan Soetta, Payakumbuh (kecuali Bakso Borobudur), maka dengan ini SP muat beberapa tempat saja yang memungkinkan untuk didatangi dan dicoba masakannya:
1296381323459941158
Rumah Makan MINANG ASLI. Ini adalah salah satu pemilihan nama yang ingin mengatakan bahwa rumah makan yang didirikan adalah
Selain RM yang mencitrakan masakan Minangkabau lainnya seperti RM Asia Baru, ternyata Kota Payakumbuh sangat toleran dengan banyaknya aneka kuliner dari luar daerah Sumatera Barat seperti Bakso Borobudur dan Bakso Ateng.
1296381682515750584
Tidak sempat SP tanya apakah pemiliknya adalah Ateng si Pelawak seangkatan Edy Sud dan Bing Slamet. Atau bisa juga mungkin berarti
Selain yang ada kedua di atas, berhubung hp kamera  sudah low bat, maka tidak bisa ditampilkan lainnya. Kompasianer, Yunus sudah sempat mengatakan ada juga RM Pergaulan–yang tidak bermaksud menyaingi lagu Rhoma Irama, “Perdamaian”.
129644538856164743
Tawaran cita rasa lainnya di Payakumbuh
Menu masakan di Payakumbuh terasa akrab dengan lidah siapa saja, tidak terlalu pedas dan tidak terlalu manis.
12964454541171418940
Sudimoro alias sudidatang
Hmm, enaknya bila cicipi masakan di…
129644609066292736
kedai kopi daun
Sambil santai, ah….

Sejarah Payakumbuh dan Beberapa Foto-foto Payakumbuh Tempo Dulu

pasar payakumbuh tahun 1930


ini foto taram tahun berapa ya?



sepertinya ini sekitar bioskop kencana deh. tapi tahun berapa ya?


masih ingat dengan ini kan?


mesjid gadang balai nan duo 


pacu itik kapan dimulai lagi ya?


bebendi-bendi dulu deh....


nonton pacu kuda dulu deh....




AGAK susah dan sedikit membingungkan memang untuk menelusuri sejarah Payakumbuh, apalagi sejarah tempo doeloe.Tempo dimana tambo (referensi bagi sebagian urang Minang) masih menyebut gunung Merapi baru sebesar telur itik, dan kereta api masih beratapkan ijuk alias daun aren.

Menurut tambo dan warih nan bajawek (petuah yang didengar), nama Payakumbuh berasal dari suku kata "kumbuah nan payau" (sebagian juga menyebut kumbuah nan bapayau).
Payau sendiri, merupakan rawa-rawa yang menjadi "habitat" berbagai jenis tumbuhan air. Sedangkan Kumbuah dianalogikan sebagai sejenis mansiang (tumbuhan yang lembaran daunnya dibuat untuk kambuik).

Dari beberapa kabar, dulu lapakan poliko (kapten tantawi) banyak ditumbuhi kumbuah dan daerah itu terdiri payau (rawa-rawa)

Namun, dari berbagai sumber lain, daerah Kumbuah Nan Payau itu adalah daerah yang mula-mula diteruka di samping Aia Tabik dan Titian Aka (sekarang Tiakar). Kenapa bisa demikian?

Menurut legenda yang beredar dari mulut ke mulut, sebelum daerah di sekitar lapangan Poliko atau di Kumbuah Nan Payau diteruka anak manusia. Sebenarnya daerah di Aia Tabik dan Titian Akar serta Koto Nan Gadang juga sudah memiliki penghuni. Malahan, ada keyakinan, nenek moyang di ketiga daerah ini bersamaan datangnya dengan para penghuni Kumbuah Nan Payau?

SEJARAH DI MINANGKABAU

 Sumber : Berbagai sumber

Rumah gadang merupakan rumah adat Minangkabau. Rumah gadang ini mempunyai ciri-ciri yang sangat khas. Bentuk dasarnya adalah balok segi empat yang mengembang ke atas. Garis melintangnya melengkung tajam dan landai dengan bagian tengah lebih rendah. Lengkung atap rumahnya sangat tajam seperti tanduk kerbau, sedangkan lengkung badan dan rumah landai seperti badan kapal. Atap rumahnya terbuat dari ijuk. Bentuk atap yang melengkung dan runcing ke atas itu disebut gonjong. Karena atapnya membentuk gonjong, maka rumah gadang disebut juga rumah bagonjong.

Asal usul bentuk rumah gadang
Bentuk atap rumah gadang yang seperti tanduk kerbau sering dihubungkan dengan cerita Tambo Alam Minangkabau. Cerita tersebut tentang kemenangan orang Minang dalam peristiwa adu kerbau melawan orang Jawa.
Bentuk-bentuk menyerupai tanduk kerbau sangat umum digunakan orang Minangkabau, baik sebagai simbol atau pada perhiasan. Salah satunya pada pakaian adat, yaitu tingkuluak tanduak (tengkuluk tanduk) untuk Bundo Kanduang.
Asal-usul bentuk rumah gadang juga sering dihubungkan dengan kisah perjalanan nenek moyang Minangkabau. Konon kabarnya, bentuk badan rumah gadang Minangkabau yang menyerupai tubuh kapal adalah meniru bentuk perahu nenek moyang Minangkabau pada masa dahulu. Perahu nenek moyang ini dikenal dengan sebutan lancang.
Menurut cerita, lancang nenek moyang ini semula berlayar menuju hulu Batang Kampar. Setelah sampai di suatu daerah, para penumpang dan awak kapal naik ke darat. Lancang ini juga ikut ditarik ke darat agar tidak lapuk oleh air sungai.
Lancang kemudian ditopang dengan kayu-kayu agar berdiri dengan kuat. Lalu, lancang itu diberi atap dengan menggantungkan layarnya pada tali yang dikaitkan pada tiang lancang tersebut. Selanjutnya, karena layar yang menggantung sangat berat, tali-talinya membentuk lengkungan yang menyerupai gonjong. Lancang ini menjadi tempat hunian buat sementara. Selanjutnya, para penumpang perahu tersebut membuat rumah tempat tinggal yang menyerupai lancang tersebut. Setelah para nenek moyang orang Minangkabau ini menyebar, bentuk lancang yang bergonjong terus dijadikan sebagai ciri khas bentuk rumah mereka. Dengan adanya ciri khas ini, sesama mereka bahkan keturunannya menjadi lebih mudah untuk saling mengenali. Mereka akan mudah mengetahui bahwa rumah yang memiliki gonjong adalah milik kerabat mereka yang berasal dari lancang yang sama mendarat di pinggir Batang Kampar.
Bagian-bagian dalam Rumah Gadang Minangkabau
Rumah adat Minangkabau dinamakan rumah gadang adalah karena ukuran rumah ini memang besar. Besar dalam bahasa Minangkabau adalah gadarig. Jadi, rumah gadang artinya adalah rumah yang besar. Bagian dalam rumah gadang merupakan ruangan lepas, kecuali kamar tidur. Ruangan lepas ini merupakan ruang utama yang terbagi atas lanjar dan ruang yang ditandai oleh tiang. Tiang rumah gadang berbanjar dari muka ke belakang atau dari kiri ke kanan. Tiang yang berbanjar dari depan ke belakang mbnandai lanjar, sedangkan tiang dari kini ke kanan menandai ruang. Jadi, yang disebut lanjar adalah ruangan dari depan ke belakang. Ruangan yang berjajar dari kiri ke kanan disebut ruang.
Jumlah lanjar tergantung pada besar rumah. Biasanya jumlah lanjar adalah dua, tiga clan empat. Jumlah ruangan biasanya terdiri dari jumlah yang ganjil antara tiga dan sebelas. Ukuran rumah gadang tergantung kepada jumlah lanjarnya.
Sebagai rumah yang besar, maka di dalam rumah gadang itu terdapat bagian-bagian yang mempunyai fungsi khusus. Bagian lain dari rumah gadang adalah bagian di bawah lantai. Bagian ini disebut kolong dari rumah gadang. Kolong rumah gadang cukup tinggi dan luas. Kolong ini biasanya dijadikan sebagai gudang alat-alat pertanian atau dijadikan sebagai tempat perempuan bertenun. Seluruh bagian kolong ini ditutup dengan ruyung yang berkisi-kisi jarang.
Dinding rumah gadang terbuat dari kayu, kecuali bagian belakang yang dari bambu. Dinding papan dipasang vertikal. Pada setiap sambungan papan diberi bingkai. Semua papan tersebut dipenuhi dengan ukiran. Kadang-kadang tiang yang ada di dalam juga diukir. Sehingga, ukirang merupakan hiasan yang dominan dalam bangunan rumah gadang Minangkabau. Ukiran disini tidak dikaitkan dengan kepercayaan yang bersifat sakral, tetapi hanya sebagai karya seni yang bernilai hiasan.
Ukiran Rumah
Jenis ukiran Rumah Gadang tersebut terdiri atas:
Keluk Paku
Ditafsirkan anak dipangku kemenakan dibimbing. 

Pucuk Rebung 
Ditafsirkan kecil berguna , besar terpakai. 

Seluk Laka 
Ditafsirkan kekerabatan saling berkaitan.

Jala 
Ditafsirkan pemerintahan Bodi Caniago.

Jerat 
Ditafsirkan pemerintahan Koto Pialang.

Itik pulang petang 
Ditafsirkan ketertiban anak kemenakan.

Sayat Gelamai 
Ditafsirkan ketelitian. 

Sikumbang manis 
Ditafsirkan keramah tamahan. 
Dinding belakang disebut Dinding Sasak, karena pada masa lalu terbuat dari bambu yang dianyam, dinding depan dan samping terbuat dari kayu serta diukir. Berdirinya Rumah Gadang harus dilengkapi dengan Rangkiang atau Lumbung Padi, terletak dihalaman depan dan samping, yang berfungsi sosial dan ekonomi.
Rangkiang Minangkabau
Setiap rumah gadang di Minangkabau mempunyai rangkiang. Rangkiang adalah bangunan yang merupakan tempat menyimpan padi milik kaum. Rangkiang ini tegak berjejer di halaman depan rumah. Bentuk rangkiang sesuai dengan gaya bangunan rumah gadang. Atap rangkiang juga memiliki gonjong dan terbuat dari ikuk. Rangkiang memiliki pintu kecil yang terletak di bagian atas dari salah satu dinding singkok (singkap). Dinding singok adalah dinding segitiga pada bagian loteng dari rangkiang tersebut. Untuk naik ke rangkiang digunakan tangga yang terbuat dari bambu. Tangga ini dapat dipindahkan, bila tidak digunakan maka tangga ini disimpan di bawah kolong rumah gadang.
Bentuk dan jenis rangkiang tersebut antara lain:
Sitinjau Lauik
Digunakan sebagai tempat menyimpan padi untuk dijual bagi keperluan bersama atau pos pengeluaran adat. Bentuknya langsing, bergonjong dan berukir dengan empat tiang, letaknya ditengah.
Sibayau-bayau
Digunakan untuk menyimpan padi makanan sehari-hari. Bentuknya gemuk, bergonjong dan berukir dengan 6 tiang letaknya dikanan.
Sitangguang Lapa / Sitangka lapa
Digunakan untuk menyimpan padi untuk musim kemarau dan membantu masyarakat miskin. Bentuknya bersegi, bergonjong dan berukir dengan 4 tiang , letaknya sebelah kiri.
Kaciak / Kecil
Digunakan untuk menyimpan padi bibit dan untuk biaya mengolah sawah. Bentuknya bundar, berukir dan tidak bergonjong, letaknya diantara ketiga rangkaian tersebut. 

Arsitektur tradisional Minangkabau memiliki kekhasan dan ciri baik dalam bentuk arsitekturalnya dan mempunyai hubungan erat dengan latar sosial budaya masyarakat.
Dalam wilayah Minangkabau dikenal dengan istilah Luhak Nan Tigo, yaitu : Luhak Tanah Datar, Luhak Agam dan Luhak 50 Kota. Ketiga Luhak ini pun disebut dengan darek.
Tatanan masyarakat Minangkabau hidup dalam suatu tatanan sosial berupa Keluarga Besar yang berasal dari satu keturunan ninik, dimana setiap satu keturunan keluarga dipimpin oleh seorang Mamak. Sehingga setiap satu keluarga memiliki satu rumah gadang, yang didalamnya berlangsung aktivitas keluarga yang didominasi oleh pihak perempuan. Yang menempati Rumah Gadang itu adalah perempuan dan anak-anak, sedangkan yang laki-laki tinggal di Surau untuk belajar mengaji dan menuntut ilmu (Navis, 1984).
Dalam kaitannya Rumah Adat Minangkabau, sangat erat kaitannya dengan kedua faktor diatas yaitu geografis dan sosial budaya. Orang Minang hidup berfalsafahkan Alam Takambang Jadi Guru ( Alam terbentang jadi Guru), dimana didalam menjalani dan menyikapi kehidupan mengambil hikmah/pelajaran dari setiap kejadian yang ada.
Bentuk Rumah Gadang
Ciri-ciri Rumah Gadang :
  1. Berbentuk segi empat dan mengembang ke atas. Tonggak bagian luarnya tidak lurus ke atas, melainkan sedikit  miring ke luar.
  2. Atapnya melengkung seperti tanduk kerbau, sedangkan badan rumah landai seperti kapal. Bagian atap yang runcing yang disebut gonjong.
  3. Berbentuk rumah panggung. Lantainya tinggi, kira-kira 2 meter dari tanah. Rumah gadang mempunyai nama yang beraneka ragam, tergantung jumlah lanjar (ruang dari depan ke belakang) dan gonjong.
  4. Lipek badan, berlanjar 2, bergonjong 2.
  5. Balah bubuang, berlanjar 3, bergonjong  4
  6. Gajah maharam, berlanjar empat, bergonjong enam atau lebih.
  7. Bagian dalam rumah gadang :
  • Ruang bagian depan, merupakan  ruang lepas dan tidak berkamar-kamar. Ruang ini berfungsi sebagai ruang keluarga, tempat diselenggarakan administrasi keluarga dan tempat musyawarah. Ruangan ini bernaung dibawah kekuasaan ninik mamak.
  • Ruang bagian tengah, hanya ada jika rumah terdiri dari 3 lanjar. Ruang ini merupakan tempat menerima tamu perempuan.
  • Ruang bagian belakang, terdiri dari beberapa kamar yang  jumlahnya tergantung besar rumah dan jumlah penghuninya. Setiap kamar adalah milik anak perempuan. Ruang ini bernaung dibawah kekuasaan ibu.
Interior kamar tidur dalam Rumah Gadang

Tragedi Mesir Berdarah 2011


Mesir Berdarah January 2011
Mesir Berdarah January 2011
Metrotainment.net – Mesir sedang dilanda kerusuhan, pemberontakan terbesar kepada pemerintah yang pernah ada dalam sejarah Mesir.
Aksi demonstrasi besar-besaran yang dilakukan sejak 25 Januari 2011 silam ini diawali dengan muaknya masyarakat atas keadaan negara dibawah pimpinan sang presiden, Hosni Mubarak.
Keadaan Mesir dirasakan semakin carut marut. Sikap otoriter yang diusung Mubarak seakan tidak memperbaiki apapun. Malah memperburuk keadaan.
Harga pangan yang melambung tinggi, pengangguran meningkat, tidak ada kebebasan berbicara, hingga kemarahan rakyat atas tindakan korupsi yang merajalela.
Selama 32 tahun menjabat sebagai kepala negara, Mubarak diduga telah melakukan banyak tindakan korupsi. Apalagi mengingat bahwa istri beliau sudah masuk dalam klub miliarder sejak 2000 silam.
Egyptian Demonstrators In Central Cairo January 25, 2011
Egyptian Demonstrators In Central Cairo January 25, 2011
Kedua anaknya juga memiliki sejumlah properti, real estate, hingga kapal pesiar. Dan jumlah kekayaan anak petani ini mencapai angka 360 triliun selama dirinya memegang kendalis ebagai presiden.
Namun dalam pemerintahan Mubarak, keadaan di Mesir memang cenderung menjadi stabil. Sejak berkuasa pada tahun 1981, Mubarak membangun hubungan baik dengan negara-negara Barat dan Israel. Namun di balik kestabilan yang dicapainya, korupsi, kemiskinan dan penindasan oleh negara tumbuh subur di negara Afrika  Utara itu.
Berikut ini adalah kronologis kerusuhan di Mesir
Januari 2011 kesadaran aktivis bahwa selama ini keadaan di Mesir sangat kacau muncul. Para aktivis pun mengajak seluruh rakyat untuk turun ke jalanan dan melakukan berbagai kegiatan seperti pemberantasan kemiskinan, korupsi, dan menggulingkan otoriter presiden yang telah menjabat selama tiga dekade tersebut.
25 Januari 2011. Tanggal 25 ini merupakan peringatan ulang tahun kepolisian. Dan rakyat Mesir memperingatinya dengan turun ke jalanan dalam jumlah masa dan menyebutnya sebagai The Day of Anger (Hari Kemarahan). Protes terjadi di seluruh jantung Mesir. Polisi bahkan menembakan gas air mata, meriam air, dan peluru karet untuk menenangkan para demonstran. Jam malam (18.00 -7.00) mulai diberlakukan di negara piramida ini.
Egypt - The Day Af Anger
Egypt - The Day Af Anger
26 Januari 2011. Bentrokan kembali terjadi. seorang saksi mata mengatakan bahwa peluru tajam telah ditembakkan. Bahkan Mubarak telah memberikan perintah untuk tembak di tempat jika diperlukan.
27 Januari 2011. Seorang mantan kepala pengawas nuklir PBB, Mohamed ElBaradei, kini bergabung dengan para aktivis. Ratusan orang telah ditangkap. Dan sisanya tetap berseru “Turunlah Mubarak!” Bentrokan kembali terjadi. Baku tembak dan darah mengalir di mana-mana. Jaringan Facebook, Twitter, dan Blackberry Messenger terganggu.
28 Januari 2011. Jaringan Internet dan Short Massage Service (SMS) mati total.
Hingga berita ini diturunkan, di Mesir masih terjadi bentrokan yang mengakibatkan sedikitnya 150 orang tewas dan ribuan lainnya luka-luka, baik dari pihak demonstran maupun dari pihak yang berwajib.
Kabarnya, jaringan internet, SMS, dan telepon diputus karena para aktivis tersebut menyebarkan ajakan mereka untuk mengkudeta pemerintahan dilakukan lewat media masa tersebut.
Mesir Berdarah 2011
Mesir Berdarah 2011
Di dalam tubuh demontran ini terbagi menjadi dua. Ada yang protes karena digerakkan oleh salah seorang tokoh Mesir, Mohamed ElBaradei -mantan bos badan atom PBB, IAEA. Atau di sisi lain memberontak untuk  memperkuat barisan demonstrasi gerakan berpengaruh berhaluan Islam, Ikhwanul Muslimin.
Bentrokan yang tak kunjung usai ini pun mulai meresahkan para warga yang tidak ikut berpartisipasi. Toko-toko di jalanan habis dijarah. Museum dan tempat-tempat bersejarah lainnya juga ikut dirusak massa. Bahkan kepolisian menjaga ketat beberapa warisan kebudayaan seperti piramida dan sphynx.
”Ini akhir kebungkaman, kebisuan, kepasrahan atas perkembangan di negara kami”
Egypt - The Day Of Anger
Egypt - The Day Of Anger
Lalu bagaimana dengan nasib WNI di Mesir?
Data terakhir Kementerian Luar Negeri menyebutkan, Warga Negara Indonesia yang berada di Mesir sebanyak 6.149 orang, terdiri dari 4.297 mahasiswa, 1.002 tenaga kerja, dan staf KBRI serta keluarganya. Saat ini, mereka membangun komunikasi di 20 posko.
Pemerintah bahkan telah menyediakan pesawat dari maskapai Garuda Indonesia, Lion Air, dan Sriwijaya Air untuk langsung terbang ke Mesir. Tim evakuasi dipimpin Wakil Kasau Marsdya TNI Sukirno dan telah berangkat ke Mesir pada Senin (31/1) malam. Pada evakuasi tahap awal, yang menjadi prioritas adalah anak-anak dan perempuan yang jumlahnya mencapai sekitar 1.200 orang.
TNI juga telah menyiapkan tim dan lima pesawat angkut C-130 Hercules untuk mengevakuasi WNI yang terjebak kisruh politik di Mesir. Namun ada beberapa mahasiswa yang tidak ingin pulang karena khawatir akan sulit kembali ke tanah Mesir lagi.
Sumber-sumber ANTARA melaporkan sejumlah negara seperti Cina juga mengevakuasi para warganya dari Mesir dan mengeluarkan peringatan agar tidak melakukan perjalanan ke negara di Afrika Utara itu untuk sementara waktu sampai situasi keamanan di sana stabil.
Akankah aspirasi rakyat kini didengarkan? Ataukah sang presiden lebih mementingkan jaabatannya dan menutup mata ketika ratusan orang tewas memperjuangkan suaranya? (Angela Kartawijaya)
Images Credited To : AL Jazeera

sejarah jatuh bangunnya peradaban islam


http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:lr_ewn7t1ELj0M%3Ahttp://static.flickr.com/3256/2442054330_c15cd7d9df_d.jpg


Rasulullah saw bersabda: “Apabila umatku sudah mengagungkan dunia maka akan dicabutlah kehebatan Islam; dan apabila mereka meninggalkan aktivitas amar ma’ruf nahi munkar, maka akan diharamkan keberkahan wahyu; dan apabila umatku saling mencaci, maka jatuhlah mereka dalam pandangan Allah.”
"Hampir tiba suatu masa dimana berbagai bangsa/kelompok mengeroyok kamu, bagaikan orang-orang yang kelaparan mengerumuni hidangan mereka." Seorang sahabat bertanya: "Apakah karena jumlah kami yang sedikit pada hari itu?" Nabi SAW menjawab: "(Tidak) Bahkan jumlah kamu pada hari itu sangat banyak (mayoritas), tetapi (kualitas) kamu adalah buih, laksana buih di waktu banjir, dan Allah mencabut rasa gentar terhadap kamu dari hati musuh-musuh kamu, dan Allah akan menanamkan penyakit "al wahnu". Seorang bertanya, "Apakah al wahnu itu Ya Rasulallah?" Rasulullah menjawab: "Cinta dunia dan takut mati." (HR Abu Dawud).
Al-Quran dan Kehancuran Peradaban
Beberapa ayat al-Quran memberikan penjelasan tentang kehancuran suatu bangsa. Penjelasan al-Quran ini sangatlah penting untuk menjadi pelajaran, khususnya bagi kaum Muslimin, agar mereka tidak mengulang kembali tindakan-tindakan yang dilakukan oleh umat terdahulu, yang dapat menghancurkan peradaban mereka.
Allah SWT berfirman:
“Andaikan penduduk suatu wilayah mau beriman dan bertaqwa, maka pasti akan Kami buka pintu-pintu barokah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ajaran-ajaran Allah), maka Kami azab mereka, karena perbuatan mereka sendiri” (QS Al A’raf:96)
Maka apabila mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan tiba-tiba (sekonyong-konyong), maka ketika itu mereka terdiam dan berputus asa. (QS al-An’am:44).
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepatutnya berlaku keputusan Kami terhadap mereka, kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. (QS al-Isra’:16)
Ayat-ayat dalam al-Quran yang menjelaskan tentang kehancuran suatu negeri itu bercerita, bahwa kehancuran suatu kaum berhubungan dengan hal-hal: (1) sikap kaum yang melupakan peringatan Allah SWT, sehingga mereka lupa diri dan hidupnya dihabiskan untuk sekedar mencari kesenangan demi kesenangan (hedonisme). Hal ini juga disebutkan dalam al-Quran surat at-Taubah ayat 24. (2) tindakan elite-elite atau pembesar masyarakat yang melupakan Allah SWT dan membuat kerusakan di muka bumi. Apabila di dalam suatu peradaban sudah tampak dominan adanya para pembesar, tokoh masyarakat, orang-orang kaya yang bergaya hidup mewah, atau sesiapa saja yang bermewah-mewah dalam hidupnya, maka itu pertanda kehancuran peradaban itu sudah dekat.
Akan tetapi, dari kedua hal tersebut, inti dari kehancuran peradaban atau bangsa, adalah kehancuran iman dan kehancuran akhlak. Apabila iman kepada Allah SWT sudah rusak, maka secara otomatis pula akan terjadi pembangkangan terhadap aturan-aturan Allah SWT. Rasulullah saw berkata:
Apabila perzinahan dan riba sudah melanda suatu negeri, maka penduduk negeri itu telah menghalalkan turunnya azab Allah atas mereka sendiri.” (HR Thabrani dan al-Hakim).
Dalam sejarah manusia, berbagai kehancuran peradaban di muka bumi sudah begitu banyak terjadi. Dan Allah SWT menganjurkan kaum Muslimin agar mengambil pelajaran (hikmah) dari peristiwa-peristiwa sejarah tersebut. “Maka berjalanlah di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana hasilnya orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul Allah SWT) (QS an-Nahl:36)
Sebagai misal, Kaum ‘Ad, telah dihancurkan oleh Allah SWT karena berlaku takabbur dan merasa paling berkuasa dan paling kuat. Mereka merasa tidak ada lagi yang dapat mengalahkan mereka, sehingga mereka berkata: “Siapa yang lebih hebat kekuatannya dari kami?” (QS Fusshhilat:15). Begitu juga kehancuran yang menimpa Fir’aun, Namrudz, dan sebagainya. Di masa Rasuullah saw, kaum Muslim yang jumlahnya sangat besar dan berlipat-lipat daripada kaum kuffar, hampir saja dikalahkan dalam Perang Hunain (QS at-Taubah:25).
Sejarah juga mencatat, bagaimana Peradaban Islam di Spanyol yang sangat agung dan sudah bertahan selama 800 tahun (711-1492) dapat dihancurkan dan akhirnya kaum Muslimin dimusnahkan dari bumi Spanyol. S.M. Imamuddin menyebutkan beberapa faktor penyebab kehancuran peradaban Islam di Spanyol. Yang terpenting adalah adanya perpecahan dan kecemburuan antar suku. Bahkan ada beberapa penguasa Muslim di Spanyol, seperti Ma’mun dari Toledo dan Dinasti Nasrid, mendapatkan kekuasaan dengan bantuan kekuatan Kristen untuk menghancurkan kekuatan Muslim lainnya.1 Sejarah jatuhnya Palestina ke tangan Zionis Yahudi juga boleh dijadikan pelajaran bagi kaum Muslimin. Bagaimana suatu kaum Yahudi yang minoritas dari segi jumlah tetapi dapat mengalahkan kaum Muslim yang sangat besar.
Kehancuran dan kejatuhan berbagai kaum, negeri, bangsa, dan peradaban, inilah yang sepatutnya direnungkan secara mendalam dan sungguh-sungguh oleh kaum Muslimin, khususnya para ulama dan cendekiawan Muslim di wilayah Peradaban Melayu. Apakah gejala-gejala kehancuran suatu negeri atau peradaban seperti yang disebutkan dalam al-Quran dan pernah terjadi dalam sejarah manusia sudah ditemukan dalam wilayah peradaban Melayu? Kalau gejala-gejala itu sudah ada, bagaimana cara menghindarkannya?
Yang jelas, jatuh bangunnya suatu peradaban, pada dasarnya tergantung pada kondisi manusia-manusia dalam peradaban itu sendiri. Kekalahan dan kehancuran suatu peradaban adalah disebabkan oleh tindakan mereka sendiri, yang menciptakan ”kondisi layak kalah” (al-qabiliyyah lil-hazimah). Allah SWT menegaskan:
”Yang demikian itu karena Allah sekali-kali tidak akan mengubah nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, sampai mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS al-Anfal:53).

Kebangkitan Islam: Belajar dari Kasus Perang Salib
Belum lama ini buku Hakadza Zhahara Jīlu Shalahuddin wa Hakadza ’Ādat al-Quds karya Dr. Majid Irsan al-Kilani diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.2 Buku ini menarik, terutama dari sudut pandang kebangkitan sebuah peradaban. Penerjemah buku ini, yang merupakan alumni Universitas Islam Madinah, menceritakan, bahwa dosen pembimbing mereka, Dr. Ghazi bin Ghazi al-Muthairi, adalah yang mengenalkan dan meminta mereka membaca buku ini.
Buku ini menceritakan bagaimana kaum Muslimin mampu bangkit dari keterpurukan selama sekitar 50 tahun. Titik balik Perang Salib terjadi dengan kejatuhan Edessa di tangan Muslim pada 539/1144, di bawah komandan Imam al-Din Zanki, ayah Nur al-Din Zanki. Dua tahun sesudah itu, Zanki wafat, tahun 1146. Ia telah meratakan jalan buat anaknya, Nur al-Din, untuk memimpin perjuangan melawan Pasukan Salib. Pada 544/1149, Nur al-Din meraih kemenangan melawan pasukan Salib dan pada 549/1154 ia sukses menyatukan Syria di bawah kekuasaan Muslim. Nur al-Din digambarkan sebagai sosok yang sangat religius, pahlawan jihad, dan model penguasa sunni. Setelah meninggalnya Nur al-Din pada 569/1174, Shalahuddin al-Ayyubi, keponakan Nur al-Din, memegang kendali kepemimpinan Muslim dalam melawan pasukan Salib. Ia kemudian dikenal sebagai pahlawan Islam yang berhasil membebaskan Jerusalem pada tahun 1187. 3
Tahun 1095 Perang Salib dimulai. Tahun 1099, Jerusalem jatuh ke tangan pasukan Salib. Meskipun memiliki negara dan pemimpin (khalifah), umat Islam berada dalam kondisi yang sangat terpuruk. Sekitar 88 tahun kemudian tampillah pahlawan Islam terkenal, Shalahuddin al-Ayyubi, yang berhasil membebaskan kembali al-Aqsha dari kekuasaan pasukan Salib, pada tahun 1187. Buku ini memaparkan data-data, bahwa Shalahudin bukanlah pemain tunggal yang ”turun dari langit”. Tetapi, dia adalah produk sebuah generasi baru yang telah dipersiapkan oleh para ulama yang hebat. Dua ulama besar yang disebut berjasa besar dalam menyiapkan generasi baru itu adalah Imam al-Ghazali dan Abdul Qadir al-Jilani.
Menurut Dr. Majid Irsan al-Kilani, dalam melakukan upaya perubahan umat yang mendasar, al-Ghazali lebih menfokuskan pada upaya mengatasi masalah kondisi umat yang layak menerima kekalahan. Di sinilah, al-Ghazali mencoba mencari faktor dasar kelemahan umat dan berusaha mengatasinya, ketimbang menuding-nuding musuh. Menurut al-Ghazali, masalah yang paling besar adalah rusaknya pemikiran dan diri kaum Muslim yang berkaitan dengan aqidah dan kemasyarakatan. Al-Ghazali tidak menolak perubahan pada aspek politik dan militer, tetapi yang dia tekankan adalah perubahan yang lebih mendasar, yaitu perubahan pemikiran, akhlak, dan perubahan diri manusia itu sendiri. Untuk itu, al-Ghazali melakukan perubahan dimulai dari dirinya sendiri dahulu, kemudian baru mengubah orang lain. Kata penulis buku ini:
”Al-Ghazali lebih menfokuskan usahanya untuk membersihkan masyarakat muslim dari berbagai penyakit yang menggerogotinya dari dalam dan pentingnya mempersiapkan kaum Muslim agar mampu mengemban risalah Islam kembali sehingga dakwah Islam merambah seluruh pelosok bumi dan pilar-pilar iman dan kedamaian dapat tegak dengan kokoh.” 4
Melalui kitab-kitab yang ditulisnya setelah merenungkan kondisi umat secara mendalam, al-Ghazali sampai pada kesimpulan bahwa yang harus dibenahi pertama dari umat adalah masalah keilmuan dan keulamaan. Oleh sebab itu, kitabnya yang terkenal dia beri nama Ihya’ Ulumuddin. Secara ringkas dapat dipahami, bahwa di masa Perang Salib, kaum Muslim berhasil menggabungkan konsep jihad al-nafs dan jihad melawan musuh dalam bentuk ’qital’ dengan baik. Karya-karya al-Ghazali dalam soal jihad menekankan pentingnya mensimultankan berbagai jenis potensi dalam perjuangan umat, baik potensi jiwa, harta, dan juga keilmuan. Adalah menarik, bagaimana dalam situasi perang seperti itu, Imam Ghazali mampu melihat masalah umat secara komprehensif; secara mendasar. Dan melalui Ihya Ulumuddin, al-Ghazali juga menekankan pentingnya masalah ilmu dan akhlak. Ia membuka Kitabnya itu dengan “Kitabul Ilmi” dan sangat menekankan pentingnya aktivitas ’amar ma’ruf nahi munkar’. Aktivitas “amal ma’ruf dan nahi munkar”, kata al-Ghazali, adalah kutub terbesar dalam urusan agama. Ia adalah sesuatu yang penting, dan karena misi itulah, maka Allah mengutus para nabi. Jika aktivitas ‘amar ma’ruf nahi munkar’ hilang, maka syiar kenabian hilang, agama menjadi rusak, kesesatan tersebar, kebodohan akan merajelela, satu negeri akan binasa. Begitu juga umat secara keseluruhan. 5
Aktivitas al-Ghazali yang aktif dalam memberikan kritik-kritik keras terhadap berbagai pemikiran yang dinilainya menyesatkan umat, juga menunjukkan kepeduliannya yang tinggi terhadap masalah ilmu dan ulama. Al-Ghazali seperti berpesan kepada umat, ketika itu, bahwa problema umat Islam saat itu tidak begitu saja bisa diselesaikan dari faktor-faktor permukaan saja, seperti masalah politik atau ekonomi. Tetapi, masalah umat perlu diselesaikan dari masalahnya yang sangat mendasar. Tentu, tahap kebangkitan dan pembenahan jiwa ini tidak dapat dilakukan tanpa melalui pemahaman keilmuan yang benar. Ilmu adalah asas dari pemahaman dan keimanan. Ilmu yang benar akan menuntun kepada keimanan yang benar dan juga amal yang benar. Ilmu yang salah akan menuntun pada pehamaman yang salah. Jika pemahaman sudah salah, bagaimana mungkin amal akan benar?
Rasulullah saw bersabda: “Termasuk diantara perkara yang aku khawatirkan atas umatku adalah tergelincirnya orang alim (dalam kesalahan) dan silat lidahnya orang munafik tentang al-Quran.” (HR Thabrani dan Ibn Hibban).
Jadi, dalam perjuangan umat, diperlukan pemahaman secara komprehansif terhadap problematika yang dihadapi oleh umat Islam. Ketika itu, umat Islam menghadapi berbagai masalah: politik, keilmuan, moral, sosial, dan sebagainya. Problema itu perlu dianalisis dan didudukkan secara proporsional dan adil. Yang penting ditempatkan pada posisinya, begitu juga yang kurang penting. Di situlah, al-Ghazali menulis kitab Ihya’ Ulumuddin, dengan makna “Menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama”. Ketika itu, dia seperti melihat, seolah-olah ilmu-ilmu agama sudah mati, sehingga perlu dihidupkan. Dalam Kitabnya, ia sangat menekankan pada aspek niat dan pembagian keilmuan serta penempatannya sesuai dengan proporsinya.
Al-Ghazali dan para ulama ketika itu berusaha keras membenahi cara berpikir ulama dan umat Islam serta menekankan pada pentingnya aspek amal dari ilmu, sehingga jangan menjadi ulama-ulama yang jahat. Sebab, ilmu yang rusak, dan ulama yang jahat, adalah sumber kerusakan bagi Islam dan umatnya. Nabi Muhammad saw memberi amanah kepada para ulama untuk menjaga agama ini. Tentu saja, itu harus mereka lakukan dengan cara menjaga keilmuan Islam dengan baik. Bahkan, Rasulullah saw mengingatkan akan datangnya satu zaman yang penuh dengan fitnah dan banyaknya orang-orang jahil yang memberi fatwa. Sabda Rasulullah saw:
Bahwasanya Allah SWT tidak akan mencabut ilmu dengan sekaligus dari manusia. Tetapi Allah menghilangkan ilmu agama dengan mematikan para ulama. Apabila sudah ditiadakan para ulama, orang banyak akan memilih orang-orang bodoh sebagai pemimpinnya. Apabila pemimpin yang bodoh itu ditanya, mereka akan berfatwa tanpa ilmu pengetahuan. Mereka sesat dan menyesatkan. (HR Muslim).
Sepanjang sejarah Islam, para ulama sejati sangat aktif dalam mempertahankan konsep-konsep dasar Islam, mengembangkan ilmu-ilmu Islam, dan menjaganya dari perusakan yang dilakukan oleh ulama-ulama su’, atau ulama jahat. Penyimpangan dalam bidang keilmuan tidak ditolerir sama sekali, dan senantiasa mendapatkan perlawanan yang kuat, secara ilmiah. Karena itulah, kerusakan dalam bidang keilmuan harus mendapatkan perhatian dari umat Islam. Apalagi jika kerusakan ilmu itu terjadi di jajaran lembaga-lembaga pendidikan Islam yang diharapkan menjadi pusat perkaderan ulama dan pemimpin umat. 6

Penutup
Dari hasil kajiannya terhadap gerakan kebangkitan umat di era Perang Salib, Dr. al-Kilani menyimpulkan, bahwa yang pertama kali harus dilakukan adalah perubahan dalam diri manusia itu sendiri. ”Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah kondisi yang ada pada satu kaum, sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (QS ar-Ra’d:11). Nabi saw juga menyatakan: ”Sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging, jika ia baik, maka baiklah seluruh anggota tubuh. Namun, jika ia rusak, maka rusaklah seluruh anggota tubuh. Ketahuilah, itu adalah qalb.” (HR Muslim). Era kejayaan dan kekuatan sepanjang sejarah Islam tercipta ketika terjadi kombinasi dua unsur, yaitu unsur keikhlasan dalam niat dan kemauan serta unsur ketepatan dalam pemikiran dan perbuatan. 7
Jika strategi ini direfleksikan dalam perjuangan umat Islam Indonesia, maka sudah saatnya umat Islam Indonesia melakukan introspeksi terhadap kondisi pemikiran dan moralitas internal mereka, terutama para elite dan lembaga-lembaga perjuangannya. Harus dilakukan evaluasi total terhadap kondisi internal umat Islam, khususnya mendiagnosa penyakit yang sangat membahayakan umat dan telah menghancurkan umat terdahulu, yaitu sikap hubbud dunya, fanatisme kelompok, dan kerusakan ilmu. Introspeksi dan koreksi internal ini jauh lebih penting dilakukan dibandingkan meneliti kondisi faktor eksternal, sehingga ’kondisi layak terbelakang dan kalah’ (al-qabiliyyah lit-takhalluf wa al-hazimah) bisa dihilangkan.
Kita bisa melakukan evaluasi internal, apakah para elite dan lembaga-lembaga pendidikan Islam sudah menerapkan profesionalitas dalam pendidikan mereka? 8 Apakah tradisi ilmu dalam Islam sudah berkembang di kalangan para profesor, dosen-dosen, dan guru-guru bidang keislaman? Apakah konsep ilmu dalam Islam sudah diterapkan di lembaga-lembaga pendidikan Islam? 9 Apakah para pelajar mencari ilmu untuk mencari dunia atau untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah? Apakah budaya kerja keras dan sikap ’zuhud’ terhadap dunia sudah diterapkan para elite umat? Apakah ashabiyah (fanatisme kelompok) masih mewarnai aktivitas umat? Pada tataran keilmuan, bisa diteliti, apakah sudah tersedia buku-buku yang mengajarkan Islam secara benar dan bermutu tinggi pada setiap bidang keilmuan?
Semua ini membutuhkan kerja yang berkualitas, kerja keras, kesabaran, ketekunan, kerjasama berbagai potensi umat, dan waktu yang panjang. Karena itu, disamping berbicara tentang bagaimana membangun masa depan Indonesia yang ideal, yang penting dilakukan adalah bagaimana membenahi kondisi internal umat Islam dan lembaga-lembaga dakwahnya, agar menjadi sosok-sosok dan lembaga yang bisa diteladani oleh umat manusia.
Jadi, tugas umat Islam bukan hanya menunggu datangnya pemimpin yang akan mengangkat mereka dari keterpurukan. Umat Islam dituntut untuk bekerja keras dalam upaya membangun satu generasi baru yang akan melahirkan pemimpin-pemimpin berkualitas ’Salahuddin al-Ayyubi’. Dan ini tidak mungkin terwujud, kecuali jika umat Islam Indonesia – terutama lembaga-lembaga dakwah dan pendidikannya – amat sangat serius untuk membenahi konsep ilmu dan para ulama atau cendekiawannya. Dari sinilah diharapkan lahir satu generasi baru yang tangguh (khaira ummah): berilmu tinggi dan beraklak mulia, yang mampu membawa panji-panji Islam ke seluruh penjuru dunia.
Jika generasi baru itu telah lahir, maka akan lahirlah sebuah peradaban baru, sebagaimana pernah terjadi di masa-masa lalu. Wallahu a’lam. (Depok, 16 November 2007)


1 S.M. Imamuddin, A Political History of Muslim Spain, (Pakistan: S.M. Shahabuddin,1969), 321-323.
2 Judul dalam bahasa Indonesia adalah Misteri Masa Kelam Islam dan Kemenangan Perang Salib: Refleksi 50 Tahun Gerakan Dakwah Para Ulama untuk Membangkitkan Umat dan Merebut Palestina (diterjemahkan oleh Asep Sobari Lc dan Amaluddin, Lc, MA). (Bekasi: Kalam Aulia Mediatama, 2007).

3 Lihat juga Carole Hillenbrand, The Crusades: Islamic Perspectives, (Edinburg:Edinburg University Press, Ltd., 1999), 112-131. Hillenbrand mencatat tentang diskursus “the greater jihad” (jihad al-nafs) di masa Perang Salib: “The concept of the spiritual struggle, the greater jihad, was well developed by the time of the Crusade and any discussion of jihad in this period should always take into account the spiritual dimension without which the military struggle, the smaller jihad, is rendered hollow and without foundation.” The twelfth-century mystic ’Ammar al-Bidlisi (d. between 590 and 604/1194 and 1207) analyzed the greater jihad, declaring that man’s lower soul (nafs) is the greatest enemy to be fought.” Abu Shama speaks of Nur al-Din in just these terms: “He conducts a double jihad against enemy and against his own soul.” (hal. 161).

4 Al-Kilani, Misteri Masa Kelam Islam dan Kemenangan Perang Salib, hal. 78-79. Dalam bukunya, al-Kilani mengutip Ibn Katsir dalam Bidayah wal-Nihayah, yang menggambarkan parahnya kondisi umat Islam saat itu. Umat dicekam penyakit ashabiyah (fanatisme mazhab) yang parah, kerusakan pemikiran, dan gaya hidup mewah pada kalangan elite. Gubernur Abu Nashr Ahmad bin Marwan, seorang gubernur ketika itu, mengucurkan anggaran 200.000 dinar dalam setiap acara hiburan yang digelarnya. Tahun 516 Hijriah, saat Menteri Sultan al-Mahmud terbunuh, bertepatan dengan saat istrinya keluar dari rumah dengan diiringi 100 pelayan dan kendaraan-kendaraan terbuat dari emas. Padahal, pada saat yang sama, banyak rakyat yang menderita kelaparan. Ketika pasukan Salib membantai puluhan ribu kaum Muslim, sebagian ulama berusaha menggelorakan semangat jihad kaum Muslim, tetapi gagal. Ada cerita yang menyebutkan, sebagian pengungsi membawa tumpukan tulang manusia, rambut wanita, dan anak-anak, korban kekejaman pasukan Salib, kepada khalifah dan para sultan. Ironisnya, Khalifah justru berkata: ”Biarkan aku sibuk dengan urusan yang lebih penting. Merpatiku, si Balqa’, sudah tiga hari menghilang dan aku belum melihatnya.” (hal. 49-65).
5 Allah SWT berfirman, yang artinya: “Telah dilaknat orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa Putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (QS al-Maidah: 78-79). Jadi, karena tidak melarang tindakan munkar diantara mereka, maka kaum Bani Israel itu dikutuk oleh Allah. Rasulullah saw juga memperingatkan: “Tidaklah dari satu kaum berbuat maksiat, dan diantara mereka ada orang yang mampu untuk melawannya, tetapi dia tidak berbuat itu, melainkan hampir-hampir Allah meratakan mereka dengan azab dari sisi-Nya.” (HR Abu Dawud, at-Turmudzi, dan Ibnu Majah). Juga, sabda beliau saw: “Hendaklah kamu menjalankan amar ma’ruf dan nahi munkar, atau Allah akan memberikan kekuasaan atasmu kepada orang-orang jahat diantara kamu, dan kemudian orang-orang yang baik diantara kamu berdoa, lalu tidak dikabulkan doa mereka itu.(HR al-Bazzar dan at-Thabrani).

6 Uraian lebih jauh tentang al-Ghazali dan Perang Salib, lihat Adian Husaini, Hegemoni Kisten-Barat dalam Studi Islam di Perguruan Tinggi (Jakarta: GIP, 2006), bagian Mukaddimah. Lebih jauh tentang bahaya kerusakan ilmu bisa dilihat, pada Wan Mohd Nor Wan Daud, The Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib al-Attas: An Exposition of the Original Concept of Islamization (Kuala Lumpur: ISTAC, 1998).


7 al-Kilani, Misteri Masa Kelam Islam dan Kemenangan Perang Salib, 6-7. (Sebagai perbandingan, tidak kalah pentingnya jika kita mengkaji kesuksesan penyebaran dakwah Islam di wilayah Nusantara, khususnya di Tanah Jawa. Para juru dakwah adalah para wali atau ulama yang bekerja keras dalam mengubah kondisi masyarakat Indonesia, meskipun rakyat ketika itu dipimpin oleh penguasa non-Muslim. Pada akhirnya, rakyat di wilayah itu sendiri yang melahirkan pemimpin-pemimpin muslim, sehingga berdirilah berbagai kerajaan Islam di wilayah ini. Maulana Malik Ibrahim, misalnya, diperkirakan tiba di Jawa tahun 1399 M. Kerajaan Islam pertama di Jawa (Demak) baru berdiri tahun 1478 M. Raja Demak pertama, Raden Patah, adalah santri dari Sunan Ampel, yang tak lain adalah putra dari Maulana Malik Irahim. Lihat, Saifuddin Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia, (Bandung: al-Maarif, 1981).

8 Secara umum, kondisi buku-buku Pelajaran Agama di sekolah saat ini masih banyak mengandung kelemahan dan kekeliruan. Sekedar contoh, sebuah buku Pendidikan Agama Islam untuk kelas 2 SMA keluaran sebuah penerbit di Bandung, justru merendahkan prestasi keilmuan para ulama di wilayah Nusantara: ”Dapat dikatakan, bahwa ilmu-ilmu Islam yang berkembang pada masa itu, hanyalah ilmu tasawuf dan tarekat, disamping ilmu fiqih dan tauhid sebagai sekedar pelengkap ibadah semata. Para tokoh dan ulama yang muncul pada masa itu juga hanya ulama-ulama tasawuf dan tokoh-tokoh tarekat. Hampir tidak ditemukan nama-nama ulama fiqih, hadits, tafsir, dan yang lainnya. Di Aceh dan Sumatera misalnya, muncul beberapa ulama nusantara kenamaan, seperti Syaikh Hamzah Fansuri, Syaikh Abdurrauf Singkel, Syaikh Nuruddin ar-Raniri, Syaikh Syamsuddin As-Sumatrani, Abdusshamad Al-Falimbani yang nota bene semua adalah ulama tasawuf dan tokoh tarekat tertentu. Di Jawa juga muncul beberapa ulama seperti Syaikh Nawawi Al-Bantani, Syaikh Siti Jenar dengan kelompok wali songonya, yang juga dapat dikatakan sebagai tokoh tasawuf dan penganut tarekat tertentu. Begitu juga di Sulawesi dan Kalimantan, terdapat nama-nama besar ulama tasawuf dan tokoh-tokoh tarekat. Misalnya, Syaikh Yusuf al-Makassari, Syaikh Arsyad al-Banjari, dan Syaikh Ahmad Khatib Syambas. Mereka telah belajar cukup lama di kawasan dunia Islam, dan pulang ke tanah air sebagai tokoh tasawuf dan tarekat.”

Artikel April 13th, 2008

Banyak yang tidak percaya dan penasaran dengan kalimat “Tergila-gila wanita berjilbab sejak balita” dalam tulisan Facts About Donny Reza. Beberapa diantaranya adalah teman kerja saya. Sebagian besar yang bertanya merasa tidak percaya bahkan menganggap saya hanya sekedar bercanda. Salah satu yang penasaran adalah ‘rekan’ penulis buku Istikharah Cinta, mbak Soraya Fadillah, yang dapat dibaca di komen ini. Asli nih, bakal panjang!!
Sejak kecil, saya sering dititipkan oleh orang tua saya ke tempat saudara-saudara mereka. Minggu ini di rumah Paman saya di Sumedang, minggu depan saya sudah di Nenek saya di Garut, esoknya di rumah Uwak saya di Cianjur. Maklum, jarak antara saya dan adik saya dan adik bungsu saya memang sangat rapat. Saya dan adik perempuan saya berselang satu tahun setengah, adik perempuan saya dengan si bungsu berselang 2 tahun. Sebagai anak yang paling tua, saya harus rela berbagi kasih sayang dengan kedua adik saya. Namun, saya dapat kasih sayang dari keluarga yang lain. Tentu saja.
Saya lupa lagi kapan tepatnya, yang jelas sebelum saya masuk SD, suatu hari saya diajak oleh paman saya untuk bertemu dengan teman-temannya. Saya masuk SD tahun 1988. Bagi Donny kecil saat itu yang penting dibelikan Teh Botol atau Teh Kotak, Donny kecil pasti ikut. Apalagi paman saya tersebut yang ‘meracuni’ saya dengan Teh Botol dan Teh Kotak.
Saat itulah, saya melihat sesosok wanita yang berbeda dari biasanya. Saya masih saja ingat, dengan pakaian berwarna merah agak tua dan jilbab bercorak dengan warna dasar sama, wanita tersebut sangat menonjol dibandingkan yang lainnya. Wanita tersebut sangat cantik dan manis di mata Donny kecil saat itu. Dan dia juga hanya satu-satunya wanita berjilbab saat itu diantara teman-teman Paman saya. Cinta pertama Donny? Entahlah. Kurang mengerti saya. :D
Tahun 80-an barangkali adalah masa perjuangan bagi para wanita berjilbab karena seringkali mendapatkan ‘perlawanan’ dari tempatnya sekolah atau bekerja. Kalau pun ada yang berjilbab, biasanya ibu-ibu dan nenek-nenek, anak muda jarang. Donny kecil tidak mengerti soal itu, yang jelas sejak saat itu, dalam benak Donny kecil sudah tertanam sesosok wanita seperti itu.
Waktu berlalu, Donny kecil beranjak menjadi Donny ABG. Sekitar kelas 6 SD Ibu saya mengikutsertakan saya belajar mengaji di sekitar kompleks tempat tinggal kami. Pengajarnya beberapa orang mahasiswa, berjilbab semua. Donny ABG menemukan kembali mutiaranya yang hilang. Donny ABG semangat datang ke tempat itu bukan untuk mengaji, tapi untuk bisa dekat-dekat dengan mutiara-mutiara itu. :setannyengir:Saya jadi berpikir, jangan-jangan anak jalanan yang sekarang ‘diurus’ oleh sahabat-sahabat saya juga memiliki pikiran yang sama dengan Donny ABG ya? :D
Hanya saja, kegiatan mengaji tersebut tidak berlangsung lama. Donny ABG sudah beranjak menjadi anak SMP. Saat itu Donny ABG mulai mengenal yang namanya Cinta sama Monyet. Donny ABG jatuh cinta sama salah seorang wanita paling cantik di SMP tersebut. Gebetan sekaligus saingan, sebab dalam 3 tahun di SMP tersebut Donny ABG dan gebetan selalu berebut posisi siswa teladan. :gaya:(Gini-gini juga mantan siswa teladan)
Awalnya dia tidak berjilbab. Suatu pagi Donny ABG kebingungan karena tidak menemukan sang gebetan. Namun, Donny ABG terkejut melihat seorang wanita berjilbab di lapangan sedang mendapat hukuman karena datang terlambat. Dan ternyata, itu dia!! :angelcinta:Wow! Makin kelihatan cantik. Dan, lagi-lagi, Donny ABG serasa menemukan kembali mutiaranya yang hilang. Ketika itu, dia merupakan siswi pertama di SMP tersebut yang memakai jilbab. Sejak saat itu, sahabat-sahabatnya pun banyak yang memutuskan untuk mengikuti jejaknya. Saya sendiri jadi sangat termotivasi untuk shalat, biasanya hanya shalat maghrib saja, kala itu jadi rajin.
Waktu berlalu. Masa perpisahan tiba. Donny ABG memilih untuk melanjutkan ke sekolah favorit di Bogor. SMUN 3 Bogor. Sang gebetan memilih untuk ke Pesantren Gontor. Kami berpisah. Tanpa pernah ada pernyataan “cinta” atau “suka” diantara kami, meskipun kata teman-teman saya dia menunggu pernyataan itu. :angelpusing:Yah, Donny ABG memang tidak pernah PD soal cinta-cintaan. Sebenernya sampai sekarang juga begitu. Kabar terakhir, dia sudah menjadi seorang ustadzah sekarang. Alhamdulillah.
Saatnya masa SMA. Masa yang katanya paling indah. Memang, saya pun mengakui. Di sini Donny ABG menemukan juga tambatan hati yang lainnya. Halah. Sama, sang tambatan hati awalnya belum memakai jilbab. Lagi, hari pertama kelas 2, Donny ABG dikagetkan dengan peristiwa yang sama. Sang tambatan hati memakai jilbab juga, meskipun saat itu sudah mulai banyak yang memakai jilbab. Sejak hari itu, saya merasa hal semacam itu menjadi sebuah “kutukan” buat saya. Namun, kutukan yang baik tentunya.
Mengapa kutukan? Begini…Di dalam kepala saya mungkin sudah banyak lintasan-lintasan pikiran mengenai beberapa nama wanita. Hanya lintasan pikiran saja. “Kalau si A gimana ya?“, “Kalau si B gimana ya?“. Baik yang berjilbab, maupun yang tidak. Herannya, hampir semua wanita tidak berjilbab yang sempat saya pikirkan itu, sekarang memakai jilbab. Sebagian besar. Hanya saja, saya tidak mungkin menyebut nama. Ini tentu saja mengherankan saya. Bahkan sempat terpikir, “jangan-jangan kekuatan pikiran saya yang menyebabkan mereka memakai jilbab“. Hihi. Saya nggak ngerti soal itu. Saya juga bukan peramal. Bagi saya hanya sebuah ‘kebetulan’ saja, atau mungkin juga insting saya yang cukup tajam.
Akan tetapi, jangan diartikan teman-teman saya yang memakai jilbab juga karena saya pun pernah memikirkannya. Bisa merusak tatanan persahabatan. Itu sih kesadaran mereka sendiri. Untungnya, kalau wanita berjilbab yang masuk ke dalam pikiran saya tidak satu pun yang akhirnya membuka kembali jilbab mereka. Malah biasanya semakin istiqamah.
Masa SMA dilalui kurang lebih sama dengan masa SMP. Maksudnya dalam urusan cinta-cintaan. Donny ABG tidak pernah merasakan pacaran, sampai sekarang. Untungnya hal tersebut jadi sesuatu yang saya syukuri sekarang. Saya masih orisinil, beruntung banget kan yang jadi istri saya? Heu3x.
Perlu dicatat, dengan kedua wanita berjilbab yang saya ceritakan di sini, jarang sekali saya mengobrol dengan mereka. Kecuali setelah lulus. Ah, Donny memang seperti itu. Tidak pernah PD kalau urusan wanita. :DSekalinya ke-PD-an, malah patah hati berbulan-bulan. Heu3x. Makanya, sekarang saya tidak terlalu tertarik lagi urusan cinta-cintaan zaman ABG dulu. Lebih tertarik ikutan jalurnya Fahri di Ayat-ayat Cinta :D
Baru setelah lulus SMA, saya mulai membatasi diri untuk ‘mencari’ dan mensyaratkan jilbab untuk calon pendamping. Alasan saya sederhana. Wanita berjilbab 99% Muslim. Saya tidak perlu repot mengira-ngira lagi, “agama dia apa ya?“. Sudah jelas, meskipun di Indonesia muslim masih mayoritas. Sesuai juga dengan apa yang tercantum dalam Al-Quran, “agar mudah dikenali“. Meskipun tidak selalu, tapi jilbab juga merupakan simbol ketaatan, simbol keshalihan. Kalau pada Allah Yang Maha Agung saja taat, mestinya ke suami juga taat. Dalam arti yang positif tentunya. Dan bagi saya, jilbab juga sebuah simbol pembebasan, bukan pengekangan.
Saya merasa, peristiwa masa kecil yang telah terjadi merupakan sebuah pengkondisian dari Allah untuk saya. Sampai akhirnya saya pernah dan masih serta mudah-mudahan selalu istiqamah untuk terlibat dalam organisasi yang -katanya- bergerak di bidang dakwah. Satu hal lagi yang sebetulnya patut saya syukuri. Perlu saya akui bahwa orientasi hidup saya berubah cukup drastis setelah berkecimpung di ranah dakwah yang berat berliku tajam dan kadang-kadang menukik. Meskipun, sejujurnya saya menjalaninya masih setengah-setengah, bahkan saya masih merasa belum berdakwah sama sekali, masih takut-takut dan malu-malu gitu deh. Tanda kurang iman sebetulnya.
So, begitulah. Asal muasal mengapa saya lebih tertarik wanita berjilbab. Awalnya faktor psikologis masa kecil, kemudian dikuatkan dengan peristiwa-peristiwa yang ‘memaksa’ saya tidak bisa lepas dari kutukan baik ini. Akhirnya, semuanya saya lakukan dengan penuh kesadaran dan menjadi pilihan hidup saya juga. Dan saya sangat bersyukur untuk itu.